KISAH CINTA - Drrrrttt.. Drrtttt.. Drrttt..."
Suara yang bersamaan dengan getaran dari ponsel membuatku terbangun dari tidur pagiku.
“Ahh, siapa sih yang sms pagi-pagi di hari libur kayak gini?”
Aku menggerutu sambil mencoba meraba-raba ke sekeliling, mencari keberadaan ponselku.
“Ngg.. Hina.. Hinata? ... Hinata?!”
Aku tekaget dan langsung membuka pesan masuk dari seseorang yang bernama Hinata itu. Mataku yang tadinya sayu mengantuk berubah menjadi sedikit bersemangat, atau lebih bisa dibilang gara-gara ‘kaget’.
“Kakak, bisa nggak kita ketemu ntar siang?”
Setelah aku membaca pesan itu, akupun membalasnya dengan jawaban bisa. Lagipula sekarang kan hari libur, jadi nggak ada salahnya kalau aku pergi jalan sama Hinata.
Baiklah, aku akan menceritakan dahulu kenapa aku bisa kenal dengan gadis bernama yang Hinata ini. Awalnya adalah sekitar beberapa bulan yang lalu, saat itu aku sedang dalam perjalanan pulang dari kampus dan tanpa sengaja melihat gadis kecil yang diganggu oleh tiga orang anak SMP. Awalnya aku merasa tidak punya kewajiban untuk menolongnya saat itu, karena sebenarnya waktu SMP aku juga sering mengganggu beberapa anak perempuan di kelas. Tapi.. kalau dipikir-pikir, aku akan berdosa nih kalau nggak ngebantu gadis kecil itu. Akhirnya setelah perdebatan yang nggak cukup panjang di pikiranku, akupun memutuskan untuk membantu gadis kecil itu.
“Heii.. Tama.. sudah lama nunggu disini..”
Aku memanggil gadis kecil itu sambil memegang pundaknya. Dan sebenarnya aku tidak tahu lagi harus memanggil gadis kecil itu apa, tapi supaya terlihat akrab, seenggaknya aku harus manggil nama ke gadis ini.
“Eh!”
Gadis kecil itu cuma bisa terkaget saat melihatku. Kalau dilihat dari dekat, gadis kecil ini manis juga. Kalau gede nanti mungkin gadis ini bakalan jadi idola sekolah ya? (mikir apa sih nih orang -_- )
“Yoshh, kita pulang yuk Tama..”
Aku sedikit menarik gadis kecil itu seperti seakan-akan ingin mengajaknya pulang. Dan kalau dipikir-pikir lagi, nama Tama itu kayaknya mirip dengan nama Kucing deh (di jepang nama Tama itu sering diberikan buat kucing).
“Woy! kakak yang disitu!”
Seorang anak SMP yang tadinya mengganggu gadis kecil ini sepertinya memanggilku dari arah belakang. Baiklah, sepertinya aku harus memberikan tampang yang serem ke anak songong ini, supaya di ngibrit lari ketakutan.
“Hah?? Mau apa kalian?”
Aku menghadapkan mukaku ke anak-anak tadi dengan tampang sereram mungkin yang kupunya.
“Perasaan nama anak itu Kashiwazaki Hinata deh? Soalnya ada nama di bajunya. Kenapa kakak manggilnya Tama? Belum lagi tampang kakak kayak berandalan seremnya. Jangan-jangan kakak yang di tv-tv itu ya?”
Ahhh?? Yang di tv-tv? Maksudnya artis gitu? Kayaknya anak songong ini nganggep aku kayak artis deh (GR tingkat kecamatan), jadi malu nih.
“Ahhh, mungkin ia, kakak sering kok tampil di televisi-televisi.” (Bohong mode ON)
“Ahhh!! Berarti kakak penculik anak-anak ya??? Mukanya serem, trus manggil nama orang sembarangan, sok kenal dan kemudian nyulik anak, pasti penculik yak?”
“Eh.. loh.. apa..? Eh kok.. tunggu..”
“PENCULIK TOLONG ADA PENCULIK!!!”
Anak laki-laki tadi berteriak dengan sangat keras sehingga semua orang melihat kami, dan dalam waktu kurang dari lima detik beberapa orang sudah berkumpul di samping kami. Jangan-jangan mereka ngira aku penculik beneran lagi? Mati aku nih.
“Kakak, pulang yuk..”
“Eh...”
Aku sedikit terkejut saat gadis kecil yang tadinya (ingin) kuselamatkan ini memanggilku kakak.
“Ohhh, kakaknya toh.. jangan langsung tiba-tiba bikin kami kaget dong, gimana sih kalian ini. Hampir saja bapak mau gebukin nih orang.”
Seorang bapak-bapak yang membawa tongkat berkata kepada gerombolan anak laki-laki yang berteriak tadi. Dan setelah selesai, mereka semua pergi. Akupun berjalan sambil memegang tangan gadis kecil yang kuselamatkan ini, atau mungkin aku yang baru saja diselamatkan olehnya ya (-_- )’
“Hei, gadis kecil, kenapa kamu ngomong kayak gitu ke kakak tadi.”
Aku bertanya sambil terus berjalan bersama gadis ini.
“Hehehe, kalau nggak kayak gitu, kakak pasti bakalan di gebukin orang-orang tadi, bukan?”
“Eh, ia juga ya. Kenapa sih orang jalan sekarang serem-serem amat. Kakak kira kakak bakalan mati tadi disitu.. tapi makasih ya... Etto.. siapa ya?”
Aku baru sadar kalau aku belum mengetahui nama gadis kecil ini.
“Hinata, masa kakak nggak tau, padahal tadi kan sudah disebutin sama anak nakal itu.”
“Oh ia ya, kakak lupa. Makasih ya Hinata.”
“Hinata juga mau ngucapin makasih sama kakak, karena kakak udah nyelametin Hinata.”
“Eh, Hinata tau ya? Kakak kira Hinata juga bakalan ngira kalau kakak itu penculik.”
“Ya enggaklah kak, aku bisa ngeliat yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.”
“Eh, jadi kakak kelihatan kayak orang baik ya?”
“Yaa.... sebenernya sih, nggak terlalu.” :P
*Gubrak* “Dasar..” :)
Dan dari sanalah semuanya dimulai, seorang gadis manis yang berusia 10 tahun dan masih duduk di kelas 5 sekolah dasar kuselamatkan, dan sejak saat itu kami terus bertemu. Memang aneh sih kalau orang yang sudah kuliah semester lima sepertiku jalan bersama seorang gadis kecil seperti ini. Tapi walau bagaimanapun aku sudah menganggap gadis kecil ini seperti adikku sendiri dan kalau boleh jujur, bersama gadis kecil ini sangatlah menyenangkan. Dan juga, aku sebenarnya sudah bertemu dengan orang tua Hinata, dan mereka mempercayakan untuk menjaga anaknya saat bersama denganku.
Pukul 1 siang, cuaca hari ini sangatlah dingin. Aku cukup ragu untuk pergi keluar rumah di cuaca yang seperti ini. Lagipula, laporan cuaca mengatakan kalau hari ini akan turun hujan. Tapi aku tidak boleh mengecewakan seorang gadis kecil dan akhirnya memutuskan untuk pergi, walaupun dengan memakai jaket, sapu tangan dan syal. Tidak butuh waktu lama untukku pergi menuju ke tempat taman kota. Dari rumahku paling hanya dengan naik bis satu kali dan berhenti tepat di depan taman. Setelah sampai, aku kemudian berjalan cukup jauh ke dalam taman menuju ke kursi taman tempat bisa kami berdua bertemu. Disana aku melihat, seorang gadis kecil yang memakai gaun dan bando yang sama-sama berwarna merah muda, terlihat sangat cantik dan manis. Tapi, kalu dilihat-lihat, sepertinya dia kedinginan dengan pakaian seperti itu di cuaca yang seperti ini.
“Ehh...”
Hinata tersentak kaget saat aku memberikan jaketku ke pundaknya yang kecil.
“Pakailah, kalau nggak kamu bakalan masuk angin nanti.”
“Tapi kakak...”
“Kakak masih punya syal, dan juga nih sapu tangan juga kamu pakai, walaupun agak besar tapi yang penting cukup untuk ngangetin tangan kamu kan..”
“Kakak, makasih...”
Hinata bangkit dari kursi taman dan lalu memeluku, tubuhnya tidak setinggi tubuhku, jadi tangannya hanya bisa melingkar memeluk sebatas perutku saja. Kurasakan getaran dari tubuh gadis ini. Pasti dia sudah menunggu sangat lama sambil terus merasakan dinginnya cuaca hingga membuat tubuhnya menggigil hebat seperti ini.
“Ayo pergi.”
“Empp!!!”
Kami berduapun berjalan. Panjang.. panjang.. melewati deretan pohon sakura yang membentang lurus di samping jalan yang kami lewati..
***
"Boneka itu.. lucunya..”
Ucap Hinata saat melihat boneka yang terdapat dalam mesin ‘menangkap boneka’ di sebuah pusat perbelanjaan yang kami lewati.
“Yang mana?”
“Boneka pinguin yang warnanya merah muda. Lucu kan kak?”
“Hmm, Hinata mau?”
“Eh, tapi kan.. permainan ini sulit kak?”
“Hehe, kamu ngeremehin kakak ya? Tau nggak? Waktu kakak seumuran kamu, kakak bisa nangkep 3 boneka sekaligus dalam satu kali main.”
“Kakak, bohongnya berlebihan banget deh, nggak mungkin ada yang bisa nangkep tiga sekaligus, kailnya aja cuma satu.”
“Eheheh, begitu ya... tapi.. kakak pasti ngedapetin, buat apa julukan raja game yang kakak dapetin waktu kecil diberikan ke kakak.”
Akupun mulai bermain permainan “menangkap boneka” itu. Satu koin, dua koin, tiga koin sampai akhirnya koin ke duapuluh satuku berhasil mendapatkan boneka yang Hinata inginkan. Dan uang yang setara uang sakuku selama satu minggu pun langsung raib hilang ditelan mesin mainan.
“Apa yang Hinata bilang, betul kan mesin permainan itu susah.”
“Hauhhh.. kakak nggak tau kalau permainan itu bakalan sesulit itu. Dasar, itu pasti trik dari si pembuat mesin itu buat morotin duit orang-orang.”
“Hehehe, tapi akhirnya kakak dapet kan.. makasih kak bonekanya.”
“Hihihi, siapa juga, kakak gitu loh, kalau permainan segitu mah masih level satu buat kakak.” (nggak nyadar uang 1.000 yen raib, setara 100.000’an rupiah lah.)
Kami bermain cukup lama hingga lupa akan waktu. Saat aku melihat jam, waktu sudah menunjukan hampir pukul 05.30 sore. Kamipun memutuskan untuk pulang dan seperti biasanya, aku mengantar Hinata pulang hingga sampai ke rumahnya. Berjalan sambil mengobrol, tidak terasa kami sudah berada di depan rumah Hinata, rumahnya yang cukup besar dan bisa dibilang rumah orang kaya itupun terpampang di depan kami. Namun, ada yang aneh dari ekspresi Hinata, ekspresinya terlihat seperti sedih dan aku tidak tahu mengapa. Sampai akhirnya Hinata menyuruhku untuk menunduk sedikit dan kemudian mencium pipiku lalu berlari masuk kedalam pagar rumahnya dan berkata:
“Kakak, aku mencintai kakak.. sampai kapanpun aku akan mencintai kakak..”
Setelah berkata seperti itu Hinata langsung masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan aku yang hanya terdiam membisu di depan pagar rumah, beberapa saat kemudian langit yang tadinya mendung menghitam akhirnya menurunkan rintik-rintik hujan sampai menjadi cukup deras untuk membasahi tubuhku. Dan aku masih saja diam membisu dibawahnya.
***
Pagi yang sunyi dipecahkan oleh suara bel rumahku tiba-tiba berbunyi. Saat itu tidak ada orang dirumah, aku tahu ayahku pasti sudah berangkat kerja dan ibuku pasti sedang pergi ke pasar. Dengan mata yang masih ngantuk gara-gara baru bangun dari tidur, akupun segera menuruni tangga menuju ke lantai bawah rumahku. Kulihat jam pukul 10 pagi, sepertinya hari ini aku tidur terlalu lama, mungkin gara-gara semalam aku tidak bisa tidur dan memikirkan... perkataan Hinata.
“Yaaa...”
Aku menanggapi suara bel rumahku yang dari tadi berbunyi dan dengan segera membuka pintu.
“Kiriman paket pak.”
Seorang laki-laki dengan pakaian yang bertuliskan kata send fast menyodorkan sebuah kardus padaku. aku menerima paket itu dan langsung masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, aku melihat nama orang yang dituju adalah namaku, dan paket itu dikirim dari alamat rumah Hinata. Akupun membuka kardus tersebut dengan cepat, penasaran apa isi dari kardus itu. Kardus itu berisi sebuah jaket dan sepasang sapu tangan yang aku berikan pada Hinata kemarin. Dan dibawahnya ada sebuah surat berwarna merah muda.
“Kakak, maaf karena berbicara aneh pada kakak kemarin. Aku tahu kakak pasti cuma menganggap aku adik saja. Tapi aku tidak bisa lagi menahan perasaan ini. Aku tidak bisa pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan ke kakak. Karena pekerjaan orang tuaku, aku dan keluargaku akan tinggal di london untuk waktu yang cukup lama. Maaf karena aku cuma bisa memberitahukan tentang ini lewat surat ini. Selamat tinggal kakak.. dan soal perkataan aku kemarin. Aku jujur.”
Apa? Apa maksudnya ini? Hinata itu cuma anak kecil, perbedaan usia kami cukup jauh. Bahkan mungkin aku tidak tahu apakah ini hanya cinta monyet atau bukan. Tidak menutup kemungkinan kalau suatu hari nanti dia akan berubah perasaan, dan apa kata orang kalau ternyata aku berpacaran dengan anak kecil. Tapi kenapa sakit sekali.. kenapa perasaan ini sakit sekali.. perasaan ini berbeda saat kekasih terdahuluku meminta untuk putus hubungan dariku. Perasaaan ini.. cinta?
Akupun bergegas mengambil sepeda yang berada di garasi rumahku, berlari ke arah rumah Hinata tanpa memperdulikan lagi apa yang baru saja aku pikirkan,
hanya saja..
....
sekarang ini..
....
aku ingin..
....
menemuinya..
....
jalan yang cukup panjang, mengkayuh sepeda dengan sangat cepat, melewati jembatan di atas sungai kota, melewati taman, melewati wilayah pertokoan dan sampai ke depan rumah Hinata. Aku sudah kehabisan nafas. Aku sudah tidak kuat lagi bahkan untuk berdiri. Tapi aku tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk orang yang aku .......
“HINATA!!!!”
Aku berteriak di depan rumah Hinata. Namun yang keluar adalah pelayan di rumahnya.
“Maaf, nona dan tuan baru saja berangkat, sekitar 10 menit yang lalu. Mungkin sekarang sudah setengah jalan ke bandara.”
Akupun terdiam mendengarnya, tapi... MASIH BELUM!
Akupun segera menaiki sepedaku dan mengkayuh lebih cepat dari sebelumnya. Sepeda melawan mobil, dengan selang waktu 10 menit, sepertinya aku sudah tidak bisa merasakan kakiku lagi saat mengkayuh. Yang hanya ada di pikiranku adalah lebih cepat, dan lebih cepat lagi untuk menggapainya.. menggapai si gadis kecil.. menggapai.. ORANG YANG AKU CINTAI!
Sampai di bandara, sepeda yang kukayuh tadi terpental jauh saat aku terjatuh karena tidak bisa berhenti. Kakiku terluka dan semua orang disekitar sana memandangiku dengan heran. Rasanya aku sudah berada di dalam neraka dunia, kenapa aku harus sesial ini di hari libur? Tetapi, rasa sakit di tubuhku ini tidak setara dengan rasa sakit di hatiku jika kehilangannya. Aku akan ditinggalkan dengan hanya bermodalkan pesan dari sebuah surat, JANGAN BERCANDA!
Aku mencari dan terus mencari, melewati palang pembatas menuju ke arah lapangan terbang di bandara itu. Jelas saja hanya orang yang memiliki karcis yang boleh masuk. Dan beberapa orang penjaga mulai mengejarku seakan-akan aku seperti orang jahat yang tiba-tiba melewati palang pembatas untuk melarikan diri. Tapi yang aku bisa sekarang hanyalah berlari dan terus berlari. Sampai akhirnya aku melihatnya,
“HINATAAAAA!!!!!!!!!!!”
Teriakanku menggema di seluruh bandara, suara itu melewati orang-orang dan sampai ke Hinata yang akhirnya melihatku. Hinata... penjaga-pengaja ini sudah menangkapku, cepatlah datang dan selamatkan aku sama seperti saat itu, disaat pertama kali kita bertemu.
“KAKAK!!!!!”
Suara itu, suara Hinata. Ah.. sial.. aku mulai kehilangan kesadaranku, tubuhku benar-benar seperti sebuah kaca yang retak dan siap hancur dalam hitungan detik. Dan walaupun begitu, yang ada di dalam pikiranku hanyalah, Hinata..
“Bodoh, kakak bodoh.. apa yang kakak lakukan sih?! kenapa kakak kotor seperti ini?! kenapa kakak terluka seperti ini?!”
Gadis kecil ini menangis sambil merangkulku. Aku ini, benar-benar menyedihkan ya? membiarkan gadis manis ini menangis sambil memelukku yang sudah hampir tidak bisa berbicara lagi.
“Hinata, apa Hinata mencintai kakakmu yang bodoh ini?”
Aku berkata dengan seluruh kekuatanku yang masih tersisa.
“Kakak bilang apa sih, sekarang bukan waktunya untuk membicarakan itu. Kita harus segera ke rumah sakit.”
“Sudahlah.. rasa sakit ini tidak apa-apanya.. lebih sakit lagi kalau kakak akan kehilangan Hinata cuma hanya dengan surat.”
“Kakak bodoh.. bodoh.. bodoh.. kalau kakak sudah tau kenapa masih harus bertanya pada Hinata. Bukankah... sudah jelas bukan.. aku akan selalu.. mencintai kakak.”
“Syukur..lah..”
Aku berkata sambil bangkit dari pangkuan Hinata. Lalu kemudian berkata sambil menyentil keningnya dengan jariku.
“Kalau begitu, pergilah.. kakak akan menunggumu disini, di kota ini. Berapa lama pun pasti kakak akan menunggu. Sampai saatnya tiba dan sampai kita berdua bertemu kembali, kakak ingin mendengar Hinata mengucapkan itu kembali kepada kakak. Dan jawaban kakak saat itu pasti ‘Aku juga mencintaimu, Hinata’”.
Kisahpun berakhir disini.. berakhir di sebuah bandara dengan saksi semua orang yang berada disana dan kami berdua yang menjadi pusat perhatiannya. Tidak ada tangis kekecewaan lagi, yang ada hanyalah tangis bahagia. Antara aku dan gadis kecilku, atau juga bisa kubilang kekasih kecilku.
INDOPK | Agen Poker Online Domino qq dan Bandar Ceme Terpercaya
Promo INDOPK
<> Bonus Bulanan ( Hadiah Utama 20 juta )
<> Bonus New Member 10% ( Minimal Deposit 25.000 )
<> Bonus Rollingan 0.5% ( Dibagikan setiap hari Rabu )
<> Bonus Referral 20% ( Seumur Hidup )
<> Bonus Jackpot Jutaaan Rupiah Disetiap Hari nya
Promo INDOPK
<> Bonus Bulanan ( Hadiah Utama 20 juta )
0 Komentar