Surat untuk Diri Sendiri: Dear Diriku, Maafkan Aku Atas Hal-Hal Ini - Semua ini berawal dari unggahan di Instagram itu lewat begitu saja di timelineku. Jemariku yang menggulir layar tanpa benar-benar tahu apa yang kucari, mendadak berhenti. Unggahan foto itu sederhana, tanpa lokasi-lokasi wisata yang hits ataupun gaya hidup yang otentik. Hanya sebuah foto hitam dengan sebuah pertanyaan: Jika diminta berkirim surat pada diri sendiri, apa yang akan kamu sampaikan?
Pertanyaan itu menohok tepat di dada, membuatku ingat kita terakhir kali ngobrol sudah berapa lama? Kapan terakhir kali aku bertanya padamu: Apa kabarmu? Percakapan yang seharusnya kita punya sudah ditelan berbagai kesibukan dan hasrat untuk menyenangkan orang. Jadi, bersama dengan surat ini dan ditemani lagu Sementara dari Float dan Rehat dari Kunto Aji, aku ingin minta maaf padamu atas semua yang sudah terjadi.
Maaf sudah membuat tubuh ini bekerja seperti orang gila yang lupa memakai logika. Aku sadar bahwa yang kita butuhkan bukan hanya bonus besar di akhir bulan
Ingat saat kupaksa kamu untuk bekerja seperti orang gila? Dengan alasan ingin membuat kesan yang baik di dunia pekerjaan (well, yah, demi segepok bonus di akhir pekan untuk beli ini itu), kugadaikan waktu istirahat dengan alasan “Ah, mumpung masih muda”. Kini terlontar di pikiran, apa mungkin alasan yang sebenarnya adalah “Ah, mumpung belum sakit ini”. Padahal aku tahu kamu butuh waktu untuk istirahat dengan layak. Padahal, aku juga tahu bahwa kamu sudah berada di ambang keletihan.
Maaf sudah membuat hati kita remuk membiru karena bertahan di hubungan yang tidak sehat. Aku mengerti tak seharusnya cinta terus-terusan dijadikan alasan
Aku juga pernah memaksamu untuk bertahan bersama seseorang yang sebenarnya tak layak diperjuangkan. Aku bersikeras memaklumi, sebab dia telanjur membawa hati kita. Melepaskannya adalah hal yang sulit dan penuh dengan luka di hati. Namun, aku juga sadar bahwa lebam-lebam di hati itu semakin hari semakin membiru. Aku tahu, memaksa bertahan dalam hubungan yang tidak sehat hanya akan membuat diri kita sekarat. Tapi sudah usai. Semua luka itu sudah kuakhiri, dan aku paham kita berhak menemukan seseorang yang lebih baik lagi.
Maaf sudah mengabaikan jerit lelah dari tubuh karena kupaksa mengikuti ajakan teman keluar di akhir pekan hanya karena memuasi rasa tak enakan
Terkadang menjadi makhluk sosial itu sungguh melelahkan, ya. Aku begitu takut dianggap sosok yang sombong dan antisosial. Aku juga takut menyakiti hati orang, dan kemudian jadi omongan di belakang. Karenanya, aku tetap bilang “iya” setiap kali teman minta ditemani jalan-jalan di akhir pekan. Padahal kamu sedang luluh lantak setelah diforsir bekerja habis-habisan mulai Senin hingga Jumat. Kamu hanya butuh tidur, tapi aku memaksamu untuk jalan-jalan hanya karena menuruti hati yang tak enakan ini.
Maaf sudah memaksamu untuk tetap jadi orang paling ramah di bumi, padahal satu-satunya yang kamu inginkan hanya menarik diri dan menyendiri
Tahu tidak, aku benar-benar iri pada kucing. Makhluk berbulu itu bahkan tak harus memasang wajah ramah dan antusias untuk bisa disukai. Ekspresinya begitu-begitu saja dan bahkan tingkahnya menyebalkan, tapi tetap saja dia disayangi oleh hooman. Sebagai manusia, kita tak bisa begitu. Karena itulah dulu aku sering memaksamu tetap tersenyum dan tertawa seolah kepedihan absen dari kehidupan kita, meski satu-satunya yang kamu inginkan hanya menyendiri. Maaf, tak akan kuulangi lagi saat ini. Kamu pun berhak untuk badmood dan bersedih hati.
Maaf sudah menghentikan sepihak mimpi yang kita rancang, hanya karena orang bilang kita seperti mimpi siang-siang
Pernah suatu hari kamu memiliki mimpi yang cukup tinggi. Memang tak setinggi mimpi mengentaskan kemiskinan, ataupun menciptakan perdamaian dunia. Mimpi yang cukup sederhana bagi umat manusia, yang sayangnya, kurasa itupun tak layak kita mimpikan. Masalahnya hanya karena orang bilang mimpi itu seperti mimpi di siang bolong yang tak mungkin tercapai. Maaf karena aku langsung membakar mimpi itu tanpa memberi kesempatan padamu untuk mencoba. Padahal, kalau belum coba, tahu dari mana?
Maaf sudah menjadi pengritik terkejam dan orang yang paling sulit memaafkan atas segala kesalahan yang kamu lakukan
Jika aku berdiri di depan cermin dan bertanya “mirror-mirror in the wall, katakan siapa orang terkejam di dunia,” maka cermin itu sudah memantulkan jawabannya. Kejam yang kumaksud di sini adalah saat aku menghakimimu, diriku sendiri. Setiap kesalahan yang kamu buat, selalu kutanggapi dengan makian. Setiap kegagalan yang terjadi, selalu kuungkit-ungkit lagi. Setiap mimpi-mimpi yang kamu buat selalu kurespons kejam dengan alasan “Memangnya kamu bisa?”. Maaf ya, aku lupa bahwa kamu adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa.
Maaf karena selalu lupa bilang terima kasih pada setiap keberhasilan yang kita capai. Kadang keberhasilan orang membuatku lebih silau
Kalau dipikir-pikir, aku ini tidak adil, ya. Aku mengritik setiap kesalahan yang kamu lakukan, tapi lupa mengapresiasi segala prestasi yang kamu capai dengan segala keletihannya. Yah, alasannya karena prestasi itu tidak terlalu signifikan dan masih jauh dari target pencapaian. Kadang juga keberhasilan itu masih sangat jauh dari prestasi orang lain. Maafkan aku atas minimnya apresiasi untuk segala yang telah berhasil kita lalui. Kita bukan orang paling gagal di dunia, dan kamu berhak atas apreasi yang sama dengan orang lainnya.
Dear diriku, maafkan aku atas segala kejahatan-kejahatan yang kulakukan di masa lalu. Aku memperlakukan orang dengan penuh penghargaan, tapi aku lupa kamu juga butuh pengertian. Dear diriku, maaf atas segala apresiasi yang luput kusampaikan. Aku berterima kasih karena engkau telah berjuang dan bertahan hingga di detik ini. Mari kita lebih kompak lagi di depan, dan mengusahakan kebahagiaan kita sendiri
INDOPK | Agen Poker Online Domino qq dan Bandar Ceme Terpercaya
Promo INDOPK
<> Bonus New Member 10% ( Minimal Deposit 25.000 )
<> Bonus Rollingan 0.5% ( Dibagikan setiap hari Rabu )
<> Bonus Referral 20% ( Seumur Hidup )
<> Bonus Jackpot Jutaaan Rupiah Disetiap Hari nya
Promo INDOPK
0 Komentar